Buku ini berkisah tentang pengalaman pengarangnya sewaktu naik haji (2005). Banyak orang sudah haji dan membukukan pengalaman mereka. Bedanya dengan buku-buku lain itu adalah, bahwa pengarangnya, Arwan Tuti Artha, lebih menuturkan pengalaman sekitar Ka'bah. Baik yang ia dengar maupun yang dialaminya sendiri.
Ada suara gemuruh di Ka'bah seperti air bah. Tentu bukan banjir. Hanya sesekali terdengar, itu pun menurut yang mendengar beda-beda waktunya. Ada yang bilang saat menjelang Ashar. Menjelang Subuh, ada lagi yang menagku mendengar sebelum shalat Isya. Jelas, bukan "gemuruh"nya jamaah berdzikir.
Entah dari mana datangnya suara itu. Haji Sasongko mengatakan dari arah bawah masjid. Tapi dibantahnya snediri, di sana tidak ada kegiatan apa-apa. Hajah Siti Rohanah mengaku mendengar saat menjelang shalat Ashar. Tapi begitu adzan dikumandangkan, lenyap pula suara gemuruh itu.
Ada yang mencoba menjelaskan, gemuruh itu suara jin-jin yang sedang thawwaf mengelilingi Ka'bah.
Haji Bambang Abidin menambahkan, ia mendengar suara itu menjelang shalat Isya. Sedangkan temannya mendengar saat Subuh. Kata teman itu, para malaikat turun shalat Subuh berjamaah di Majidil Haram. Bambang yang mencoba berpikir "rasional" mengatakan, di bawah masjid ada saluran air yang sangat besar. Dibangun dengan alat-alat modern. Karena Makkah baru saja diguyur hujan badai, maka air yang masuk ke saluran raksasa itu menggemuruh.
Kisah ini tetap misterius. Tak terpecahkan sampai tuntas. Tak ada penuturan lanjutan, apakah setelah cuaca cerah kembali dan tak ada hujan lagi, suara itu masih menggemuruh ... Keanehan lainnya, ketika Haji Choiri Saleh shalat Subuh tiba-tiba tercium bau wangi yang juga diendus istrinya. Tapi anehnya tidak oleh orang-orang lain di sekitarnya.
Tentang sandal yang hilang di Masjidil Haram, komentar Arwan, siapa tahu Allah sedang menguji keimanan dan keikhlasan manusia. Bagaimana tidak. Ada yang mengalami sandal itu kembali dengan cara yang tak terduga, setelah si empunya ingat kembali akan dosa-dosa dan kesalahannya yang lalu. Ada lagi, seorang jamaah yang menunda amalnya, malah kehilangan duit sedompet-dompetnya.
Yang mengerikan, seseorang ketika berwudhu mendapati air yang mengucur seperti darah. Lainnya, ketika akan shalat tiba-tiba muntah. Tentu saja mengotori sajadahnya. Bagaimana hendak shalat? Seorang lagi, ketika shalat merasa di belakangnya ada ribuan monyet dan anjing. Orang itu berpikir, jangan-jangan ia pun sudah berubah jadi monyet (atau anjing)!
Pengalaman ghaib seperti itu dikomentari Arwan, boleh peraya boleh tidak. Paling tidak itu mencerminkan perilaku yang bersangkutan sebelumnya. Sepertinya, mereka itu memetik buah perbuatan sebelumnya. Balasan mereka terima di Makkah.
Tentang air zamzam yang tak pernah kering sumbernya, pesan Arwan, ketika minum air itu jangan membelakangi Ka'bah.
Makkah, kota yang sangat bersih. Pondokan jamaah steril dari kotoran. Hajah Haryani mbatin, di Makkah kok tidak ada lalat. Yang terjadi, entah dari mana datangnya kontan saja ada lalat terbang di atas meja makan. Tadinya cuma seekor. Esoknya, jadi dua ekor. Arwan pun dengan arif menduga, mungkin seketika itu Allah menunjukkan bahwa di Makkah juga ada lalat yang kotor itu.
Yang parah ketika ada jamaah yang jijikan, membunuh seekor lalat. Pikir orang itu, lalat adalah binatang kotor yang menjijikkan. Kalau hinggap di makanan maka makanan itu jadi kotor. Bisa bikin perut sakit. Apa yang terjadi? Orang yang jijikan itu sakit perut betulan. Berkali-kali harus ke toilet. Akibatnya, tidak bisa mengikuti ibadah tepat waktu. Padahal ia mengaku sebelumnya tidak makan macam-macam yang bisa menjurus ke sakit perutnya itu.
Apa yang dialami Arwan? Kejadiannya ketika bertemu dengan seorang penghafal Al Qur'an. Ia menduga orang itu asal Timur Tengah. Wajahnya cerah sekali, bercambang. Ia bersama seorang tua, mungkin mertua atau ayahnya. Arwan tidak paham penjelasan orang itu. Perkenalan mereka terjadi karena orang itu batuk-batuk terus, istri Arwan memberinya permen penangkal batuk. Ketika itulah diketahuinya bahwa orang itu adalah penghafal Al Quran yang andal.
Arwan bertanya-tanya dalam hati, inikah keajaiban yang ditunjukkan Allah? Bertemu dengan penghafal Al Qur'an mungkin hal yang biasa di Arab Saudi. Tapi dengan yang satu ini, Arwan terkesan sangat dalam. Di halaman berapa pun Al Qur'an dibuka dan tunjuklah baris-baris yang mana saja, pasti akan dibacanya di luar kepala. Diucapkannya kalimat-kalimat itu sesuai aslinya. Di depan Ka'bah siang itu menjelang Ashar, Arwan mengalami keajaiban itu. Mereka berkomunikasi hanya dengan bahasa isyarat.
Pengalaman lain, ketika Arwan termenung menatap Ka'bah dari bibir pagar pembatas. Seorang laki-laki berpakaian seenaknya warana coklat seperti layaknya orang Afghanistan, teriak-teriak memarahinya dalam bahasa Arab. Arwan merasa, barangkali ia terlihat seperti sedang berpikir soal Ka'bah. Terdengar oleh Arwan, orang itu berkali-kali meneriakkan Allah dan jannah sembari menuding ke atas. Arwan menduga, orang itu menasehatkan agar orang-orang tidak berbuat syirik menganggap Ka'bah sebagai Allah.
Setelah meneriakkan kata-kata itu, orang itu pun seperti menghilang entah ke mana.
Pengarang buku ini, (Cetakan II, 2006; Cetakan I, 2005), Arwan Tuti Artha, lahir di Pemalang, 1953. Tinggal di Yogyakarta sejak 1973. Lulusan Fakultas Sastra UGM, 1983, Arwan menjadi wartawan dua tahun kemudian sebagai redaktur SKM Minggu Pagi, kemudian merangkap redakur SKH Kedaulatan Rakyat (sejak 1959). Ia juga menulis puisi, cerpen dan esai. Menikah 1986, punya anak dua orang, Arwan tinggal di Kompleks Polri, Gowok, Yogyakarta.
Ada suara gemuruh di Ka'bah seperti air bah. Tentu bukan banjir. Hanya sesekali terdengar, itu pun menurut yang mendengar beda-beda waktunya. Ada yang bilang saat menjelang Ashar. Menjelang Subuh, ada lagi yang menagku mendengar sebelum shalat Isya. Jelas, bukan "gemuruh"nya jamaah berdzikir.
Entah dari mana datangnya suara itu. Haji Sasongko mengatakan dari arah bawah masjid. Tapi dibantahnya snediri, di sana tidak ada kegiatan apa-apa. Hajah Siti Rohanah mengaku mendengar saat menjelang shalat Ashar. Tapi begitu adzan dikumandangkan, lenyap pula suara gemuruh itu.
Ada yang mencoba menjelaskan, gemuruh itu suara jin-jin yang sedang thawwaf mengelilingi Ka'bah.
Haji Bambang Abidin menambahkan, ia mendengar suara itu menjelang shalat Isya. Sedangkan temannya mendengar saat Subuh. Kata teman itu, para malaikat turun shalat Subuh berjamaah di Majidil Haram. Bambang yang mencoba berpikir "rasional" mengatakan, di bawah masjid ada saluran air yang sangat besar. Dibangun dengan alat-alat modern. Karena Makkah baru saja diguyur hujan badai, maka air yang masuk ke saluran raksasa itu menggemuruh.
Kisah ini tetap misterius. Tak terpecahkan sampai tuntas. Tak ada penuturan lanjutan, apakah setelah cuaca cerah kembali dan tak ada hujan lagi, suara itu masih menggemuruh ... Keanehan lainnya, ketika Haji Choiri Saleh shalat Subuh tiba-tiba tercium bau wangi yang juga diendus istrinya. Tapi anehnya tidak oleh orang-orang lain di sekitarnya.
Tentang sandal yang hilang di Masjidil Haram, komentar Arwan, siapa tahu Allah sedang menguji keimanan dan keikhlasan manusia. Bagaimana tidak. Ada yang mengalami sandal itu kembali dengan cara yang tak terduga, setelah si empunya ingat kembali akan dosa-dosa dan kesalahannya yang lalu. Ada lagi, seorang jamaah yang menunda amalnya, malah kehilangan duit sedompet-dompetnya.
Yang mengerikan, seseorang ketika berwudhu mendapati air yang mengucur seperti darah. Lainnya, ketika akan shalat tiba-tiba muntah. Tentu saja mengotori sajadahnya. Bagaimana hendak shalat? Seorang lagi, ketika shalat merasa di belakangnya ada ribuan monyet dan anjing. Orang itu berpikir, jangan-jangan ia pun sudah berubah jadi monyet (atau anjing)!
Pengalaman ghaib seperti itu dikomentari Arwan, boleh peraya boleh tidak. Paling tidak itu mencerminkan perilaku yang bersangkutan sebelumnya. Sepertinya, mereka itu memetik buah perbuatan sebelumnya. Balasan mereka terima di Makkah.
Tentang air zamzam yang tak pernah kering sumbernya, pesan Arwan, ketika minum air itu jangan membelakangi Ka'bah.
Makkah, kota yang sangat bersih. Pondokan jamaah steril dari kotoran. Hajah Haryani mbatin, di Makkah kok tidak ada lalat. Yang terjadi, entah dari mana datangnya kontan saja ada lalat terbang di atas meja makan. Tadinya cuma seekor. Esoknya, jadi dua ekor. Arwan pun dengan arif menduga, mungkin seketika itu Allah menunjukkan bahwa di Makkah juga ada lalat yang kotor itu.
Yang parah ketika ada jamaah yang jijikan, membunuh seekor lalat. Pikir orang itu, lalat adalah binatang kotor yang menjijikkan. Kalau hinggap di makanan maka makanan itu jadi kotor. Bisa bikin perut sakit. Apa yang terjadi? Orang yang jijikan itu sakit perut betulan. Berkali-kali harus ke toilet. Akibatnya, tidak bisa mengikuti ibadah tepat waktu. Padahal ia mengaku sebelumnya tidak makan macam-macam yang bisa menjurus ke sakit perutnya itu.
Apa yang dialami Arwan? Kejadiannya ketika bertemu dengan seorang penghafal Al Qur'an. Ia menduga orang itu asal Timur Tengah. Wajahnya cerah sekali, bercambang. Ia bersama seorang tua, mungkin mertua atau ayahnya. Arwan tidak paham penjelasan orang itu. Perkenalan mereka terjadi karena orang itu batuk-batuk terus, istri Arwan memberinya permen penangkal batuk. Ketika itulah diketahuinya bahwa orang itu adalah penghafal Al Quran yang andal.
Arwan bertanya-tanya dalam hati, inikah keajaiban yang ditunjukkan Allah? Bertemu dengan penghafal Al Qur'an mungkin hal yang biasa di Arab Saudi. Tapi dengan yang satu ini, Arwan terkesan sangat dalam. Di halaman berapa pun Al Qur'an dibuka dan tunjuklah baris-baris yang mana saja, pasti akan dibacanya di luar kepala. Diucapkannya kalimat-kalimat itu sesuai aslinya. Di depan Ka'bah siang itu menjelang Ashar, Arwan mengalami keajaiban itu. Mereka berkomunikasi hanya dengan bahasa isyarat.
Pengalaman lain, ketika Arwan termenung menatap Ka'bah dari bibir pagar pembatas. Seorang laki-laki berpakaian seenaknya warana coklat seperti layaknya orang Afghanistan, teriak-teriak memarahinya dalam bahasa Arab. Arwan merasa, barangkali ia terlihat seperti sedang berpikir soal Ka'bah. Terdengar oleh Arwan, orang itu berkali-kali meneriakkan Allah dan jannah sembari menuding ke atas. Arwan menduga, orang itu menasehatkan agar orang-orang tidak berbuat syirik menganggap Ka'bah sebagai Allah.
Setelah meneriakkan kata-kata itu, orang itu pun seperti menghilang entah ke mana.
Pengarang buku ini, (Cetakan II, 2006; Cetakan I, 2005), Arwan Tuti Artha, lahir di Pemalang, 1953. Tinggal di Yogyakarta sejak 1973. Lulusan Fakultas Sastra UGM, 1983, Arwan menjadi wartawan dua tahun kemudian sebagai redaktur SKM Minggu Pagi, kemudian merangkap redakur SKH Kedaulatan Rakyat (sejak 1959). Ia juga menulis puisi, cerpen dan esai. Menikah 1986, punya anak dua orang, Arwan tinggal di Kompleks Polri, Gowok, Yogyakarta.
Sumber: http://id.shvoong.com/books/dictionary/2113714-misteri-dan-keajaiban-di-sekitar/#ixzz1b9Uikzt6
0 komentar:
Posting Komentar